Senin, 09 Juni 2014

MENGENAL KITAB MINAHUS SANIYAH



Bismillahirrohmanirrohim
         Segala puji bagi Allah yang telah mewajibkan tobat dan mengharamkan keterus-menerusan berbuat maksiat. Dan saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang patut di sembah kecuali Allah Yang Maha Esa dan tidak ada yang menyekutui-NYA, yang mencatat semua amal perbuatan HambaNya.
Dan saya bersaksi bahwa pemimpin dan nabi kita Muhammad saw, adalah hamba dan utusan-Nya, yang menjadi pilihan di antara orang-orang baik.
Semoga Allah melimpahkan rahmat ta'dzim dan keselamatan kepada beliau, kepada keluarga dan para sahabatnya yang menjadi pemimpin, dan tergolong orang-orang baik
        Apa yang saya tulis dalam buku ini adalah keterangan yang berkaitan dengan wasiat guru yang mulia, seorang yang telah mencapai tingkatan ma'rifat kepada Allah swt, yakni Abu Ishaq Ibrahim Al-Matbuli. Mudah-mudahan Allah mengharumkan kubur beliau (mudah-mudahan harum namanya di kalangan muslimin, meskipun beliau telah wafat) dan semoga Allah menjadikan surga sebagai tempat beliau. Semoga Allah memberikan manfaat kepada kita dan semua orang Islam, lantaran berkah ilmu dan amalnya. Semoga Allah menumpahkan kepadaku dan kepada kaum muslimin dari doa beliau yang baik.
       Hanya kepada Allah aku bermohon, semoga keterangan (kitab) ini bermanfaat, dan Allah menjadikannya sebagai amal soleh, sesuai dengan perintah-Nya.


*Riwayat singkat Syeikh  Ibrahim Al-Matbuli.
  Beliau seorang waliyullah besar, guru beliau hanyalah Rosulullah saw. menurut cerita, sejak muda sering bertemu Rosulullah saw dalam tidurnya. Hal ini disampaikan kepada ibunya, yang lalu berkata, "Wahai anakku..! yang di sebut lelaki ialah orang yg bertemu dengan Rosulullah dalam keadaan terjaga (tidak tidur)." (Menurut keterangan dalam Al-Ibriz: Seseorang hanya dapat bertemu dengan Rosulullah saw dalam keadaan terjaga, setelah melewati tingkatan-tingkatan yang berjumlah 2999, wallahu a'lam).


        Syeikh Abdul Qodir Ad-Dusythuthiy berkata, "Tidaka ada seorang waliyullahpun mengadakan jamuan makan di atas bangunan yang dulu di bangun oleh raja Dzulkarnain untuk memagari Yajuj wa Ma'juj. Semua waliyullah hadir, tidak ada yang ketinggalan. Dalam jamuan tersebut, Rosulullah saw datang dan duduk di tempat yang tinggi. Para Nabi dan para Wali duduk di kanan kiri Rosulullah saw, menurut tingkatan masing-masing. Yang menjadi pengatur perjamuan adalah sahabat Al-Miqdad dan Abu Hurairoh. "seterusnya Syeikh Abdul qodir Ad-Dusythuthiy berkata, "Saya pernah ikut hadir dalam perjamuan itu".
    
        Syiekh Ibrahim Al-Matbuli tidak beristri sampai beliau meninggal, pada usia 80 tahun, di tahun delapan ratus delapan puluhan. Wallahu a'lam.
Demikian keterangan dalam "Thobaqotul-Auliya".



02. Wasiat Pertama "ISTIQOMAH DALAM BERTAUBAT" dalam kitab "MINAHUS SANIYAH"
Hendaklah engkau selalu istiqomah (langgeng, terus menerus) dalam hal tobat kepada Allah swt."
Kata "taubat" menurut bahasa, berarti kembali. Sedangkan dalam istilah syara' (peraturan agama), kata "taubat" mempunyai makna kembali dan meninggalkan hal-hal yang di cela oleh agama, serta menjalankan perkara yang di puji oleh Agama. 
      Tobat mempunyai permulaan dan penghabisan. Permulaaannya ialah tobat dari dosa-dosa besar, lalu tobat dari dosa-dosa kecil, lalu tobat dari perbuatan makruh, selanjutnya tobat dari perkara yang menyimpang dari keutamaan, lalu dari pandangannya kepada diri sendiri dari dalam melakukan kebaikan-kebaikan, lalu tobat dari pandangannya bahwa dirinya termasuk golongan wali pada zamannya, lalu tobat dari pandangannya bahwa dirinya telah benar-benar bertobat, lalu tobat dari keinginan hati yang tidak di ridloi Allah swt.
      Adapun puncak tobat, yaitu berbuat kepada Allah tatkala hatinya lalai dari memandang Tuhannya, meski hanya sekejap. Para muhaqqiq dari ahli thoriqot menerangkan bahwa orang yang benar-benar menyesal terhadap perbuatan dosanya dan mengakui dosanya, jelas ornga tersebut telah sah tobatnya. Sebab (ketika Allah swt menceritakan perihal Nabi Adam As), Allah ta'ala tidak mengisahkan kepada kita , tentang tobat nenek moyang kita Adam As itu, kecuali pengakuan Nabi Adam As atas dosanya dan penyesalannya. Kalau memang sahnya tobat itu harus dengan melakukan hal-hal pengakuan dan penyesalan, niscaya Allah menceritakan kepada kita.
     Adapun perkataan Ulama yang menerangkan, bahwa di antara syarat tobat haruslah meninggalkan dosa yang telah di perbuat dan harus memiliki niat yang kuat untuk tidak kembali melakukan dosa itu lagi, maka yang demikian hanyalah penetapan syarat dengan jalan "istinbath" (memetik pelajaran). Karena, orang yang menyesal atas sesuatu, pastilah ia meninggalkan perbuatan tersebut dan tentu mempunyai niat kuat untuk tidak kembali berbuat lagi.
    Adalah sesuatu yang telah maklum, bahwa karena tobat maka di ampuni semua perbuatan ceroboh yang melanggar hak-hak Allah Ta'ala. Begitu pula perlakuan aniaya seorang hamba terhadap dirinya sendiri, dengan melakukan maksiat-maksiat, selain melakukan dosa menyekutukan Allah swt, meskipun menyekutukan Allah itupun kembali kepada penganiaya diri sendiri dan bukannya merampas hak-hak sesama makhluk, yang berupa harta benda dan kehormatan. Pembahasan mengenai dua hal (harta dan kehormatan) ini, akan kami paparkan, Insya Allah.

    Syeikh Ibrahim memulai wasiatnya dengan tobat,*1) (*1.Seseorang setelah memikirkan agungnya kekuasaan Allah dan anugerha-Nya, lalu memikirkan kecerobohannya menjadi hamba Allah. Pada saat itu kadang-kadang di hatinhya lantas timbul kesusahan atas perbuatan dan kecerobohannya. Kemudian, mencari dosa-dosanya atau satu persatu di telitinya, sampai tidak dapat terhitung. kalau sudah demikian , boleh jadi mengakibatkan tumbuhnya keinginan bertobat dari dosa-dosa yang telah di perbuat dan akan melakukan apa saja yang menjadi keridloan Allah. Namun, lantaran adanya bermacam rintangan, seperti pengaruh duniawi, pengaruh sesama makhluk, pengaruh nafsu dan pengaruh syetan, maka keinginan itu tidak kunjung mantap. Nanti bila sudah mantap, barulah di sebut maqom Tobat. Jika tobat belum menjadi maqom dari orang yang sudah "suluk" (orang yang menentukan untuk menempuh pilihan jalan akhirat) maka ia tidak akan mampu meningkat ke maqom-maqom thoriqoh, sehingga bisa sampai kepada Allah swt.) Sebab tobat merupakan dasar bagi setiap maqom  (tingkatan) yang di capai oleh seorang hamba (manusia), hingga matinya. Maka, sebagaimana orang yang tidak memiliki tanah, tentu dia tidak mempunyai bangunan rumah, demikian juga orang yang tidak berbuat tobat, niscaya dia tidak memiliki haal dan maqom.

     Di antara ucapan ulama, "Barang siapa mengokohkan maqom tobatnya, niscaya Allah ta'ala memeliharanya dari semua campuran ikhlas yang ada dalam amal-amal (orang tersebut beramal apa saja pasti bisa ikhlas, tanpa pamrih selain mengagungkan Allah ta'ala saja). Jadi, Tobat itu bagaikan Zuhud (tidak terpancang) pada dunia, yang memelihara pemilik Zuhud dari segala apa yang menghalang-halangi dari Dzat Yang Haq, Allah ta'ala.

     Syeikh Ibrahim menganjurkan Istiqomah dalam tobat. Karena, apabila tobat bengkok, maka kebengkokan itu dapat manarik terhadap setiap maqom (maqom tersebut menjadi ikut bengkok) sesudahnya. Kemudian bangunan-bangunan maqom yang di hasilkannya pun menjadi lemah, seperti orang yang membangun pagar rumahnya dari batu bata merah mentah yang kering, tanpa adukan tanah dan kapur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar